Oleh : KH. Lukman Hakim
Rasulullah Saw. bersabda: Artinya: “Surat Pembuka AI-Kitab (Al-Fatihah) adalah surat paling utama dalam AI-Qur’an.”
Dalam sabda lain: Artinya: “Ayat Kursi merupakan pemuka (sayid) ayat-ayat Al-Qur’an.”
Begitu pula dengan Surat Yasin: Artinya: “(Surat) Yasin merupakan kalbu Al-Qur’an, dan (Surat) Qul Huwallahu Ahad, sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.”
Hadis ini juga didukung oleh banyak
hadis lain yang menjelaskan keutamaan dan keistimewaan surat dan ayat
AI-Qur’an, disamping kelebihan pahala bagi yang membacanya. Anda perlu
mencari dalam kitab-kitab hadis. Hadis-hadis di atas sekadar
mengingatkan Anda mengenal keutamaan sebagian surat Al-Qur’an atas surat
yang lain. Apabila Anda mau merenungkan dan merujuk pada sistematika
pembagian dan penguraian Al-Qur’an, Allah akan memberikan petunjuk
kepada Anda. Sementara, kami membatasi dalam pembagian dan penguraian
Al-Qur’an dalam sepuluh macam bagian.
RAHASIA AL-FATIHAH DAN PENJELASAN SEJUMLAH HIKMAH ALLAH
Apabila Anda menganalisa, Anda akan menemukan keagungan Al-Fatihah, dimana terdapat delapan sistem:
(1) Firman Allah Swt.: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” (Q.s. AI-Fatihah: 1).
Ayat ini merupakan berita tentang Dzat.
(2) Ayat:
Mengungkapkan Sifat, dan
sifat-sifat Allah yang khusus. Keistimewaannya, sifat-sifat tersebut
menjadi alur seluruh sifat-sifat seperti sifat Al-Ilmu dan Al-Qudrah,
serta sifat Iainnya. Sifat tersebut berkaitan dengan makhluk. Para
makhluk mendapatkan kasih sayang-Nya, karena sifat tersebut, dan
sebaliknya muncul suatu kerinduan dan kecintaan ibadat dan makhluk
kepada Allah. Tidak seperti sifat amarah, jika dibandingkan dengan sifat
kasih sayang, maka sifat amarah akan melahirkan kegelisahan dan
ketakutan, disamping tidak meluaskan pandangan jiwa, sebaliknya malah
mencengkeram kalbu.
(3) Ayat: “Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan seluruh semesta alam.” (Q.s. Al-Fatihah: 2).
Ayat ini mengandung dua hal:
Pertama: Dasar pujaan, adalah syukur. Puji syukur inilah yang menjadi
awal shirathal mustaqim. seakan-akan puji syukur sebagian dari shirathal
mustaqim. Sementara, iman secara amaliah juga terbagi menjadi bagian
sabar dan syukur. Secara terurai, jika Anda ingin mengetahui Secara
detail, Anda dapat membuka Kitab Ihya’ Ulumuddin, dalam bab “Sabar dan
Syukur”.
Keutamaan syukur dibanding sabar, seperti keutamaannya kasih sayang
dibanding amarah. Rasa syukur muncul dan sukacita dan hentakan
kerinduan. Sementara sabar terhadap kehendak Allah muncul dan rasa takut
dan pengabdian, disertai cobaan dan kesusahan.
Merambah jalan lurus menuju kepada Allah melalui jalan mahabbah
(kecintaan) Iebih utama daripada melalui jalan yang muncul dari khauf
(takut). Secara rinci pula rahasia mahabbah dan khauf terdapat dalam
Kitab Ihya’. Rasulullah Saw. bersabda: “Yang pertama kali dipanggil ke
surga, adalah orang-orang yang selalu memuji kepada Allah dalam setiap
kondisi dan situasi.”
Kedua: Mengisyaratkan seluruh Af’al Allah, yang diungkapkan dengan
kalimat yang paling ringkas, namun sempurna, karena meliputi seluruh
lingkup aktivitas Allah Swt.
Hubungan paling utama dan sifat af’al kepada Allah, adalah hubungan
sifat Rububiyah. Ungkapan Rabbul Alamin lebih agung dan sempurna
dibandingkan ungkapan Anda: A’lal Alamin atau Khaliqul Alamin.
(4) Firman Allah Swt.:“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (Q.s. Al-Fatihah: 3).
Ayat tersebut mengisyaratkan sifat
Allah, pada saat yang lain. Tetapi Anda jangan terburu-buru beranggapan
apabila ungkapan ayat tersebut sifatnya mengulang ayat sebelumnya. Sebab
ayat Al-Qur’an tidak pemah terulang. Setiap pengulangan itu sendiri,
tidak mengandung faedah tambahan Penyebutan “Ar-Rahmah” setelah
menyebutkan “Al-Alamin” dan sebelum “Maliki Yaumid Diin”, mengandung dua
faedah yang agung dalam keutamaan sifat Ar-Rahmah.
Pertama: Anda memandang makhluk Tuhan semesta alam: Bahwasanya Allah
mencipta masing-masing makhluk menurut kesempurnaan ragam dan
keutamaannya. Allah juga mendatangkan apa-apa yang dibutuhkan makhluk
itu. Salah satu di antara alam yang dicipta adalah alam binatang. Yang
terkecil di antara binatang itu antara lain, adalah nyamuk, lalat,
laba-laba dan lebah.
Lihatlah nyamuk itu. Bagaimana Allah menciptakan anggota tubuhnya,
tidak ubahnya seperti anggota tubuh gajah. Sehingga nyamuk pun memiliki
belalai yang memanjang sampai menyentuh kepalanya. Kemudian Allah
menunjukkan makanannya, dengan menghisap darah manusia. Anda lihat
binatang itu menukikkan belalainya, kemudian ia dapatkan makanannya.
Allah juga menciptakan sepasang sayap bagi nyamuk sebagai alat untuk
kabur (menghindar) ketika menghadapi bahaya.
Lihat pula (binatang) lalat. Bagaimana Allah menciptakan anggota
tubuhnya, dan bagaimana menciptakan dua bola matanya yang terbuka tanpa
pelupuk mata. Karena kepalanya yang kecil itu tidak termuati pelupuknya.
Padahal pelupuk itu dibutuhkan untuk melindungi mata dari kotoran dan
debu. Lihat, bagaimana Allah menciptakan pengganti pelupuknya. berupa
tambahan sepasang tangan, selam empat (dua pasang) kakinya. Anda bisa
melihatjelas ketika hinggap di tanah, binatang ini selalu mengusap-usap
kedua pelupuknya dengan sepasang tangannya untuk membersihkannya dari
debu.
Kemudian Anda lihat laba-laba. Bagaimana Allah menciptakan
ujung-ujung tubuhnya dan mengajarinya menyulam sarang, menangkap
buruannya tanpa sepasang sayap pun. Allah menciptakan pula benangsari
yang lengket dan bisa melar memanjang hingga binatang mi bisa
menggantungkan tubuhnya pada sarangnya. Disamping juga mampu menjaring
mangsanya yang mendekat ke sarang itu, lalu laba-laba ini mengikat
mangsanya dengan benangsarinya yang melar dan mulutnya. Ketika mangsanya
sudah tidak berdaya, maka ia pun memakannya.
Lihatlah sulaman-sulaman rumah laba-laba, bagaimana Allah menunjukkan
sulaman itu benar-benar sesuai dengan kerangka geometrik yang simetris.
Lalu keajaiban yang mengagumkan pada binatang lebah. Bagaimana madu
terkumpul dan juga mengalir. Rumah lebah menggambarkan suatu bangunan
kokoh, berbentuk segi enam agar sekawanan lebah lainnya tidak
berdesakan. Sebab mereka berkumpul memenuhi satu tempat, karena
banyaknya. Apabila ia harus membangun rumahnya secara melingkar pasti
banyak yang tersisa di luar. Bentuk lingkaran itu tidak punya daya
lekat. Begitu pula seluruh bentuk demikian adanya. Berbeda, misalnya
dalam bentuk segi empat yang lebih melekat. Namun, karena bentuk lebah
itu sendiri agak bulat, sehmgga memungkinkan di dalam rumah-rumahnya ada
tempat-tempat yang masih tersisa, seperti di luarnya terdapat
lubang-lubang tersisa manakala berbentuk bulat. Tidak ada bentuk yang
lebih lekat dalam bentuk lingkaran, kecuali bentuk segi enam Semua itu
dapat dikenal (dipelajari) dalam ilmu ukur
Lihatlah bagaimana Allah menunjukkan keistimewaan bentuk tersebut,
yang mengidentifikasikan keajaiban ciptaan, kelembutan dan kasih sayang
Allah terhadap makhluk-Nya. Hal-hal yang lebih rendah menjadi bukti atas
hal-hal yang lebih tinggi. Keunikan-keunikan itu tidak mungkin dihitung
dalam jangka waktu yang panjang sekalipun. Dan sebenarnya sangat mudah
manakala disandarkan pada hal-hal yang tidak terbuka di balik realita
ini.
Hal-hal seperti itu bisa Anda temui dalam bab “Syukur” dan
“Mahabbah”. Carilah di sana jika Anda memang pakarnya. Jika Anda tidak
mampu, lebih balk Anda memejamkan mata dan realita rahmat Allah, dan
jangan pula melihatnya. Anda jangan pula meluangkan waktu untuk menekuni
pengetahuan penciptaan secara detail. Sibukkan saja din Anda dengan
syair-syair Al-Mutanabbi, keunikan-keunikan ilmu nahwu nya Imam Sibaweh,
atau fiqihnya Ibnul Haddad dalam Nawadirit Thalaq, serta menekuni
rekayasa perdebatan dalam ilmu kalam. Hal itu lebih layak bagi Anda,
sebab citra Anda memang sebatas cita-cita dan keinginan Anda sendiri.
Allah Swt. berfirman: “Dan tidaklah bermanfaat nasihatku jika aku
memberi nasihat kepadamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu.”
(Q.s. Hud: 34).
“Apa saja yang Allah anugerahkan
kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat
menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun
yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.” (Q.s. Fathir: 2).
Kembalilah pada tujuan dan maksud
peringatan di balik contoh-contoh rahmat Allah yang terdapat pada
makhluk di seluruh alam raya ini.
Kedua: Keterkaitannya dengan ayat: “Yang menguasai di hari pembalasan.” (Q.s. AI-Fatihah: 4).
Mengisyaratkan pada rahmat di hari
pembalasan di akhirat, sebagai pahala nikmat di sisi Allah Yang Abadi,
sebagai pahala atas akidah dan ibadat. Dalam masalah ini, penjelasannya
sangat panjang.
Bahwa ayat tersebut bukan merupakan pengulangan —walaupun Anda
melihat secara lahiriah terulang— maka Anda perlu melihat dalam latar
belakang dan tujuan yang relevan, agar terbuka faedah-faedah pengulangan
bagi Anda.
(5) Ayat:“Yang Maha menguasai di hari pembalasan.” (Q.s. Al-Fatihah: 4).
Adalah suatu isyarat menuju akhirat
ketikamanusia “kembali”. Ayat ini termasuk bagian yang mendasar, dengan
munculnya isyarat terhadap makna Al-Malak (kekuasaan Ilahi) dan
Al-Malik (Yang Maha Menguasai), sebagai salah satu dan sekian
sifat-sifat keagungan.
(6) Ayat:“Hanya hepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (Q.s. Al-Fatihah: 5).
Ayat ini mengandung dua pokok pengertian yang agung:
Pertama: Ibadat secara ikhlas hanya kepada Allah Swt. Ibadat tersebut
merupakan spirit dari shirathal mustaqim (jalan lurus), sebagaimana
kami uraikan panjang lebar dalam bab “Jujur dan lkhlas”, serta bab
“Pengecaman terhadap Pencari Pangkat dan Riya”, dari Kitab Al-Ihya’.
Kedua: Suatu akidah bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuaii
Allah Swt. yang merupakan intisari akidah tauhid. Hal yang demikian,
muncul secara bebas dari usaha dan kekuatan baik bersifat potensial
maupun aktual, disamping mengenal bahwa Allah itu sendiri dalam
keesaanNya, dalam setiap hal. Sementara seorang hamba tidak akan mampu
berdiri sendiri tanpa adanya pertolongan
“Iyyaakana’budu”, menunjukkan periasan jiwa melalui ibadat dan keikhlasan.
Sedangkan “Wa iyyaa kanasta’iina”, menunjukkan pembersihan jiwa dari syirik, dan berpaling pada usaha dan kekuatan.
Kami telah mengingatkan bahwa orientasi merambah shirathal mustaqim
terbagi dua: (a) Pembersihan diri dari segala hal yang tidak layak, dan
(b) Melakukan segala hal yang layak. Keduanya terkandung dalam ayat
tersebut.
(7) Ayat:“Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus.” (Q.s. Al-Fatihah: 6).
Ayat ini merupakan doa dan
permohonan. sekaligus sebagai nurani ibadat. Lebih jelas lagi kami
uraikan dalam Kitab Al-Ihya, perihal hajat manusia pada rasa tunduk dan
butuh kepada Allah Swt., Inilah yang kami sebut dengan ruh ubudiyah,
sekaligus peringatan betapa manusia sangat butuh terhadap hidayah menuju
shirathal mustaqim. Karena melalui jalan inilah manusia bisa sampai
kepada Allah Swt. sebagaimana kami Sebutkan di atas.
(8) Ayat: “Jalannya
orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat atas mereka, dan bukan
jalannya orang-orang yang Engkau beri amarah atas mereka, dan bukan pula
jalannya orang-orang yang sesat.” (Q.s. AI-Fatihah: 7).
Inilah ayat yang mengingatkan kita
atas nikmat-nikmat-Nya yang dianugerahkan kepada hamba-hamba yang
terkasih, dan sebaliknya mengingatkan atas siksa serta amarah atas
musuh-musuh-Nya, agar muncul rasa cinta dan hormat dari lubuk hati yang
dalam. Kami telah menyebutkan di atas bahwa kisah-kisah para Nabi dan
musuh-musuh-Nya masing-masing merupakan bagian dari AI-Qur’an.
Dan sistem sepuluh bagian dalam Al-Qur’an, maka Al-Fatihah mengandung
delapan substansi esensial: (1) Dzat, (2) Sifat, (3) Af’al, (4)
Penyebutan hari akhirat, (5) Shirathal mustaqim dengan
dimensi-dimensinya, yakni pembersihan dan periasan jiwa, (6) Penyebutan
nikmat terhadap para auliya’ (kekasih Allah), (7) Amarah terhadap
musuh-musuh Allah, (8) Penyebutan tempat kembalinya ummat manusia. Dalam
kaitan ini muncul dua bidang: (a) Mengalahkan hujjah orang-orang kafir,
dan (b) Hukum-hukum fiqih dan para fuqaha’ Masing-masing berkembang
dalam Ilmu Kalam dan Ilmu Fiqih.
Kedua bidang tersebut muncul dalam kenyataan sejarah struktur
Iimu-ilmu Agama. Namun, disayangkan, munculnya lebih banyak dilatari
oleh ambisi harta dan popularitas pangkat belaka.
AL-FATIHAH MERUPAKAN KUNCI DELAPAN PINTU SURGA
Kami akan uraikan kepada Anda
secara detail soal ini. Bahwasanya Surat Al-Fatihah merupakan pembuka
Al-Qur’an dan sekaligus kunci surga. Mengapa disebut kunci, karena
pintu-pintu surga itu ada delapan. dan esensi Al-Fatihah sendiri kembali
pada delapan makna.
Perlu diketahui, setiap bagian dari delapan esensi tersebut merupakan
kunci-kunci pintu surga sebagaimana tersebut dalam Hadis-hadis Nabi
Saw. Manakala Anda tidak melapisi hati Anda dengan iman dan pembenaran
terhadap hal ini, sementara Anda masih menuntut suatu hubungan-hubungan
tertentu di dalamnya, maka Anda perlu meninggalkan pemahaman Anda
terhadap surga secara empirik. Anda tidak lagi samar, bahwa setiap
bagian tersebut membuka pintu taman-taman pengetahuan, seperti kami
tunjukkan dalam keajaiban-keajaiban makhluk Allah di atas.
Anda juga membuat dugaan bahwa ruh orang arif yang telah dibukakan
taman ma’rifatnya, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan orang yang masuk
surga yang diliputi hasrat konsumtif dan seksual. Tentu, tidak bisa
disamakan. Bahkan tidak dipungkiri, kecintaan ahli ma’rifat terhadap
surga berada pada pintu-pintu ma’rifat itu sendiri, untuk melihat
kerajaan langit dan bumi, keagungan ciptaan dan gerakannya, lebih dari
sekadar kecintaannya terhadap orang yang dinikahi, makanan yang dimakan
dan pakaian yang dipakai.
Bagaimana tidak? Kecintaan yang demikian lebih banyak melingkupi
orang-orang arif yang memandang dengan lubuk jiwanya, sedangkan mereka
di surga berkawan dengan para malaikat di Firdaus yang tinggi. Sementara
para malaikat sendiri tidak pernah mengonsumsi makanan, minuman,
pernikahan maupun pakaian. Mungkin saja, kenikmatan hewani dengan
konsumsi makanan, minuman dan hasrat seksual merupakan nilai tambah atas
hedonitas manusia. Apabila Anda memandang bahwa bergaul dengan binatang
dengan perikebinatangannya sebagai Sesuatu yang lebih berhak untuk
diraih, dibandingkan pergaulan kemalaikatan, dalam hal kebahagiaan dan
kecintaan ketika berada di hadirat Rububiyah; maka, betapa Anda sangat
bodoh dan tergoda. Betapa rendah cita-cita dan citra Anda dalam batas
hasrat Anda!
Sementara ketika dibukakan pintu-pintu surga kema’rifatan bagi
orang-orang arif, mereka merasa tentram di dalamnya, sama sekali tiada
pernah berpaling pada surge orang-orang bodoh. Sebab, memang, mayoritas
ahli surga adalah orang-orang bodoh dengan cakrawala surganya. Sedangkan
surga orang-orang yang luhur derajatnya, adalah surga bagi mereka yang
memiliki lubuk jiwa keagamaan, sebagaimana disebutkan oleh Hadis Nabi
Saw.
Sedangkan Anda yang terlalu membatasi cita-cita Anda, hanya pada
kelezatan dan hasrat hewani, tidak lebih atau bahkan sepadan dengan
kelas binatang-binatang. Anda tidak mungkin memungkiri bahwa
derajat-derajat surga itu, dapat diperoleh melalui ketekunan ma’rifat.
Apabila taman-taman ma’rifat tidak berhak dinamakan sebagai surga, maka
justru surgalah yang berhak atas taman-taman ma’rifat tersebut, sehingga
menjadi kunci-kunci surga. Anda pun akhirnya tidak dapat mengingkari
lagi bahwa di dalam Al-Fatihah itu, terdapat kunci-kunci seluruh pintu
surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar