Alhamdulillah tanpa terasa kita telah memasuki 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Kesibukan umat islam semakin meningkat, ada yang semakin sibuk di pasar-pasar, mall dan pusat-pusat perbelanjaan untuk persiapan menyambut lebaran, sehingga shaf-shaf tarawih di masjid yang tadinya penuh sesak menjadi semakin sedikit, kini penuh sesak itu telah berpindah ke pasar dan tempat-tempat hiburan.
Namun ada juga yang semakin menyibukkan diri mereka dengan berdzikir, mereka mengencangkan ikat pinggangnya, meningkatkan kekhusuan ibadahnya, meningkatkan kualitas ibadahnya untuk memburu pahala dalam suatu malam yang mulia yaitu malam Lailatul Qadar. Rasulullah sallallahu’aalaihi wassalam setiap menjelang akhir ramadhan selalu mengingatkan umatnya agar tidak mengabaikan Lailatul Qadar. “Sesungguhnya telah datang kepadamu bulan ramadhan, bulan penuh berkah Allah subhanahuata’ala mewajibkan kamu berpuasa didalamnya, dibukakan pintu-pintu syurga dan dibukakan pintu neraka serta dibelenggu setan-setan
Di dalamnya ada sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu malam lailatul Qadar”. Allah berfirman dalam surat Al-Qadar yang artinya : “Sesungguhnya kami telah menurunkan (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan, dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?, malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turun malaikat-malaikat.
Dan malaikat jibril dengan ijin rabbnya turun ke bumi mengatur segala urusan, selamatkanlah malam itu hingga terbit fajar” (QS Al Qadar 1-5). Dan dalam surat yang lain yaitu dalam surat Ad-Dukhaan ayat 3-6, Allah berfirman : “Sesungguhnya kami telah menurunkan Al Qur’an dimalam yang penuh keberkatan, sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
Pada malam itu dijelaskan urusan yang penuh hikmah (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami adalah yang mengutus rasul-rasul sebagai rahmat dari Tuhanmu, Sesungguhnya Dialah yang maha mendengar dan maha mengetahui”. Kebetulan sejak dulu, ulama sudah membicarakan dan dari kalangan mereka muncul banyak versi. Ada yang mengatakan, Lailatul Qadar itu terdapat pada malam 10 terakhir Ramadan. Ada yang mengatakan pokoknya pada malam tanggal ganjil: 21, 23, 25, 27, atau 29. Ada lagi yang memastikan tanggal 21. Ada yang memastikan tanggal 27. Tentu saja yang paling beruntung dan pasti menjumpai lailatul qadar adalah mereka yang "memburu"-nya pada setiap malam di seluruh bulan Ramadan. Berbahagialah mereka yang pada malam istimewa itu sedang berbuat atau beramal baik. Karena mereka akan mendapatkan pahala senilai beramal baik 1.000 bulan.
Sayang, akhir-akhir ini banyak orang yang memburu dan berharap menemukan lailatul qadar hanya sebagaimana orang menunggu-nunggu pembukaan undian dan menganggap sebagai anugerah tiban yang dibayangkan berupa materi atau keberuntungan duniawi lainnya. Kita misalnya, sering mendengar orang mengatakan, "Wah, saya baru saja mendapat lailatul qadar". Kemudian ternyata yang dimaksud orang tersebut tak lain adalah keuntungan materi . Boleh jadi hal itu terjadi karena kondisi kita yang sudah terbiasa dengan kehidupan yang didominasi kepentingan materi dan perhitungan untung-rugi, ditambah kentalnya budaya instan yang melekat.
Surah Al-Qadr yang menjelaskan keiistimewaan malam pada saat mana Alquran itu turun, telah membuat banyak orang Islam "termasuk mereka yang sangat jarang membaca Alquran" sibuk memburu lailatul qadar.
Sementara itu, Alquran sendiri yang diturunkan pada saat istimewa itu terus diperlakukan tidak semestinya. Padahal bila orang lebih cermat menyimak, insya Allah akan melihat bahwa Surah Al-Qadr itu "wallahu a'lam bish-shawab" meski berbicara tentang keistimewaan malam, tidak terlepas kaitannya dengan keistimewaan
Alquran. Sudah demikian, semua orang Islam selalu mengatakan bahwa Alquran adalah kitab suci dan pedoman hidupnya. Sungguh musykil orang yang memiliki kitab suci dan diakui sebagai pedoman hidupnya, ternyata tidak memahami kitabnya itu; apalagi tidak membacanya. Maka, herankah kita bila melihat banyak kaum muslim yang perilakunya seperti mereka yang tidak mempunyai pedoman hidup sama sekali? Herankah kita bila di negeri kita yang mayoritas muslimin ini, pergaulan hidupnya seperti yang kita saksikan sampai sekarang ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar