Selamat berkunjung di blog ini, jangan lupa tinggalkan komentar anda, terima kasih....

Senin, 01 Desember 2008

Sufisme


Apabila seorang hamba Allah mengalami kesulitan hidup, maka pertama-tama ia mencoba mengatasinya dengan upayanya sendiri. Bila gagal ia mencari pertolongan kepada sesamanya, khususnya kepada sahabat atau kepada orang yang diperkirakan mampu untuk menolongnya atau bila dia sakit, kepada dokter. Bila hal ini pun gagal, maka ia menghadap kepada Khaliqnya, Tuhan Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan berdo'a kepada-Nya dengan kerendah-hatian dan pujian. Kemudian bila tak juga memperoleh pertolongan dari Allah, maka dipasrahkannya dirinya kepada Allah, dan terus demikian, mengemis, berdo'a merendah diri, memuji, memohon dengan harap-harap cemas. Namun, Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa membiarkan ia letih dalam berdo'a dan tak mengabulkannya, hingga ia sedemikian terkecewakan terhadap segala sarana duniawi. Maka kehendak Allah mewujud melaluinya, dan kemudian ia menjauh dari segala sarana duniawi, segala aktivitas dan upaya duniawi, dan bertumpu pada ruhaninya. Pada peringkat ini, tiada terlihat olehnya, selain kehendak Allah Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan sampailah dia tentang Keesaan Allah, pada peringkat haqqul yaqin (tingkat keyakinan tertinggi yang diperoleh setelah menyaksikan dengan mata kepala dan mata hati).


Bahwa pada hakikatnya, tiada yang melakukan segala sesuatu kecuali Allah, tak ada penggerak tak pula penghenti, selain Allah tak ada kebaikan, kejahatan, tak pula kerugian dan keuntungan, tiada faedah, tiada memberi tiada pula menahan, tiada awal, tiada akhir, tak ada kehidupan dan kematian, tiada kemuliaan dan kehinaan, tak ada kekayaan dan kemiskinan, kecuali karena ALLAH. Maka di hadapan Allah, ia bagai bayi di tangan perawat, bagai mayat dimandikan, dan bagai bola di tongkat pemain polo, berputar dan bergulir dari suatu keadaan ke keadaan yang lain, dan ia merasa tak berdaya. Dengan demikian, ia lepas dari dirinya sendiri, dan melebur dalam kehendak Allah.

Maka tak dilihatnya kecuali Tuhan dan kehendak-Nya, tak didengar dan tak dipahaminya, kecuali Allah semata. Jika melihat sesuatu, maka sesuatu itu adalah kehendak-Nya, bila ia mendengar atau mengetahui sesuatu, maka ia mendengar firman-Nya, dan mengetahui lewat ilmu-Nya. Maka terkaruniailah dia dengan karunia-Nya, dan beruntung lewat kedekatan dengan-Nya, dan melalui kedekatan ini, ia menjadi mulia, ridha, bahagia, dan puas dengan janji-Nya, dan bertumpu pada firman-Nya. Ia merasa enggan dan menolak segala selain Allah, ia rindu dan senantiasa mengingat-Nya, makin mantaplah keyakinannya pada-Nya, Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa. Ia bertumpu pada-Nya, memperoleh petunjuk dari-Nya, berbusana nur ilmu-Nya, dan termuliakan oleh ilmu-Nya. Yang didengar dan diingatnya adalah dari-Nya. Maka segala syukur, puji, dan sembah tertuju kepada-Nya.(pengajian sufinews.com)

1 komentar:

Kaka mengatakan...

nyapa dulu !unartaxi