Sabtu, 27 Desember 2008
Renungan akhir tahun
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab dan mempunyai norma dan etika yang tinggi. Bahkan bangsa ini termasuk ke dalam katagori bangsa yang mempunyai peradaban tinggi, meskipun masyarakatnya yang mempunyai tradisi dan kebudayaan daerah yang berbeda-beda. Namun mereka mampu hidup rukun, damai, penuh rasa saling menghargai dan toleransi
Namun dibalik itu, harus jujur kita akui bahwa bangsa Indonesia termasuk kategori bangsa yang memiliki kebiasaan untuk melupakan hal-hal yang sebenarnya sangat signifikan mempengaruhi kehidupan kita. Sudah tak berbilang berapa jumlah peristiwa bersejarah lalu-lalang di hadapan kita begitu saja. Peristiwa yang membanggakan atau peristiwa tragis yang meluluhlantakkan perikehidupan manusia. Kini mari bersikap jujur, benarkah peristiwa-peristiwa ini telah menanam kesan yang kuat dalam diri dan hati sehingga mampu mengubah prilaku buruk kita?
Hal tersebut akan menjadi sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, apabila berubah menjadi kecintaan yang berlebih-lebihan kepada harta dunia yang menjadikan dunia sebagai tujuan akhir dan menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkannya.
Jika tidak dikendalikan dengan keimanan yang kuat, kecintaan pada harta dan dunia ini akan selalu menimpa pada setiap orang, karena memang dunia itu adalah sesuatu yang indah, lezat, dan menggiurkan, harta dunia ini adalah ibarat tanaman yang hijau (yang sangat menarik) dan terasa manis. Harta dunia akan menjadi sebaik-baiknya sahabat bagi kehidupan seseorang, jika mendapatkannya dengan cara yang benar, memanfaatkannya dengan cara yang benar pula. Sebaliknya bagi yang mendapatkannya dengan cara yang tidak benar, maka ibarat orang yang makan tetapi tidak pernah merasa kenyang.
Banyaknya kalangan yang jatuh dan bertekuk lutut pada pelukan pada dunia yang fana ini, di samping karena indah, manis, dan lezatnya, juga karena ada anggapan bahwa cobaan atau ujian itu hanyalah dengan sesuatu yang dianggap menyakitkan, seperti kelaparan, kemiskinan, kekurangan dan menderita sakit. Sedangkan, pangkat, jabatan, kedudukan harta, ilmu pengetahuan, kesehatan, dan popularitas bukan dianggap ujian dan cobaan, tetapi adalah semata-mata kenikmatan dan karunia. Oleh karena itu banyak orang yang tidak hati-hati ketika mendapatkannya, bahkan cenderung lupa daratan.
Tindakan korupsi adalah hal yang biasa dilakukan bahkan begitu kuat tertanam, sehingga untuk mencegahnya kesulitan dilakukan oleh siapa pun apalagi memberantasnya kalau kita hanya berpangku tangan dan cuma mengandalkan tangan-tangan pemerintahan. Tindakan korupsi sebenarnya berawal dari rasa iri, dengki, dan hasad terhadap sesama manusia serta adanya rasa cinta dunia. Seorang pendengki tidak akan bisa hidup tenang kalau menyaksikan tetangganya bergelimang karunia. Hitungan detik dalam hidupnya, hanya memikirkan tetangganya dengan hati yang mendongkol, sementara tetangga yang menjadi objek sifat irinya dapat tidur nyenyak. Masih bagus kalau dia berharap nikmat serupa tanpa mengusik ketenangan tetangganya.
Bila sifat dengki, iri, hasad dan cinta dunia sudah jauh merasuk ke dalam jiwa, maka harapannya cuma satu bagaimana caranya nikmat itu bisa hilang atau tetangganya pergi jauh dari lingkungannya. Kalau rasa iri begitu dalam menghunjam dalam dirinya, maka ia akan mengambil cara apa pun agar bisa memperoleh kakayaan. Maka lahirlah tindakan suap, sogok, dan akhirnya melakukan tindak korupsi. Perasaan malu sudah hilang dari hati nurani sehingga tindakan yang sebenarnya tidak pantas dilakukan menjadi yang hal yang biasa dan menjadi berita sehari-hari.
Terkadang kita sudah tidak memiliki rasa malu untuk berbuat apa saja asal harapannya tercapai. Kalau rasa malu sudah hilang tak tersisa, maka semua jalan yang telah disyariatkan agama pun akan ia langgar. Hatinya tak akan pernah luluh meski ayat- ayat suci firman Allah dihunjamkan ke hatinya. Kalau rasa malu sudah hilang tandas, maka Tuhan juga akan dengan cepat ia tanggalkan. Semua kisi-kisi hatinya dipenuhi kegandrungan terhadap dunia, harta didapat dengan cara-cara yang tidak halal. Ia berani menentang Tuhan, seakan-akan Dia tidak pernah ada. Sifat malu sesungguhnya merupakan kunci paling fundamental untuk menakar tingkat kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya. Bila seseorang sudah tidak punya rasa malu, maka ia akan berbuat apa saja. Serba tegas untuk menindas, serba sampai hati memeras bawahannya.
Allah SWT berfirman: Wahai hamba-Ku, selama engkau malu di hadapan-Ku, Aku akan membuat manusia lupa kekuranganmu. Aku akan membuat muka bumi lupa akan dosa-dosamu. Aku akan menghapuskan dosa-dosamu dari Buku Catatan Induk dan Aku tidak akan meneliti amalanmu pada Hari Kebangkitan." Para koruptor adalah saudara kita juga. Mari kita ingatkan mereka bahwa Tuhan Maha Melihat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar