Selamat berkunjung di blog ini, jangan lupa tinggalkan komentar anda, terima kasih....

Kamis, 03 Juni 2010

Israel dan Amerika memang biadab


Kabiadaban Israel menyerang kapal Mavi marmara membuat semua Negara di dunia mengecam tindakan tersebut, kecuali Amerika. Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden terang-terangan membela blokade yang dilakukan Israel atas Gaza. menurut dia Israel berhak membela diri, karena relawan memaksa masuk ke wilayah Gaza yang diblokade Israel.

Dalam wawancaranya dengan jurnalis televisi AS terkemuka, Charlie Rose, Selasa (2/6/2010), Biden membela tindakan Israel yang menghentikan pelayaran misi kemanusiaan Freedom Flotilla ke Gaza. Kepada Rose dia mengatakan, Angkatan Laut Israel mungkin tidak perlu menerjunkan pasukan komando ke atas kapal yang menuju Gaza, tapi Biden ngotot bahwa Israel berhak untuk mempertahankan keamanan negaranya.

Dalam wawancara itu, Biden menegaskan bahwa Israel telah memberikan pilihan kepada aktivis pro-Palestina untuk menurunkan kargo mereka di Pelabuhan Ashdod, untuk kemudian akan dibawa ke Jalur Gaza oleh Israel.

Selama wawancara, Biden juga menyalahkan Hamas atas krisis yang memperburuk wilayah pantai itu dan konflik berkelanjutan dengan Israel.

"Ketika kita memberi tekanan, dan dunia memberi tekanan atas Israel agar membiarkan bahan-bahan masuk ke Gaza untuk membantu orang-orang yang menderita, untuk orang-orang biasa Palestina, apa yang terjadi? Hamas akan menyitanya, menyimpannya di gudang dan menjualnya."

"Jadi masalah ini akan berakhir besok jika Hamas setuju untuk membentuk sebuah pemerintahan dengan Otorita Palestina dalam kondisi yang telah dipersiapkan masyarakat internasional," kata Biden

Di beritakan bahwa akibat serangan Israel itu menurut IHH (Insani Yardim Fakvi), lembaga kemanusiaan Turki yang menjadi koordinator kapal bantuan, 16 orang mati syahid dan 50 orang luka-luka akibat termasuk 2 orang WNI

Negara-negara Arab menyebut serbuan Israel terhadap kapal bantuan tujuan Gaza sebagai "kejahatan" dan "terorisme negara". Dunia Arab juga menyerukan agar PBB menuntut pertanggungjawaban negara Yahudi itu atas serbuan terhadap konvoi kapal misi flottilla to Gaza.


Presiden Mesir Hosni Mubarak menyebut penyerbuan itu sebagai penggunaan "kekuatan secara berlebihan dan tak dapat dibenarkan" dan Dubes Israel dipanggil menteri luar negeri Mesir mengenai masalah tersebut.

Jordania, yang juga punya pernjanjian perdamaian dengan Israel, mengirim nota protes terhadap perwakilan Israel. Menteri Penerangan Jordania, Nabil Sharif, menyebut aksi itu "kejahatan yang sangat keji."

Sementara itu, seperti diberitakan kantor berita SANA, di Damaskus, Presiden Siria Bashar al-Assad dan Perdana Menteri Lebanon, Saad Hariri menyebut aksi itu "kejahatan yang sangat keji" menyebut tindakan Israel "menciptakan ancaman perang
di Timur Tengah yang akibatnya tidak hanya di wilayah ini."

Dewan Kerjasama Teluk (GCC) dalam pernyataannya menyebut bahwa aksi itu adalah "terorisme negara" dan Sekjen GCC Abdul Rahman al-Attiya meminta dunia internasional untuk "memburu orang-orang Israel yang ada di balik kejahatan ini, sehingga mereka bisa diseret ke Mahkamah Kejahatan Internasional."

Emir Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani mengutuk tindakan Israel dan menyebutnya sebagai "aksi pembajakan".

Kuwait, yang 16 warganya ada di atas kapal tersebut, meminta anggota tetap DK PBB menekan Israel demi memastikan bahwa warganya selamat.

Uni Emirat Arab menyebut aksi Israel "agresi kaum barbar" sedangkan perdana Menteri Bahrain Sheikh Khalifa bin Salman al-Khalifa menyatakan serbuan Israel "aksi keji kaum barbar"

Tindakan barbar marinir Israel yang merangsek masuk ke kapal Mavi Marmara dan menewaskan sedikitnya 16 orang diatas kapal itu dihujat parlemen di negara itu. Mereka menyebut tindakan itu sebagai "agak memalukan". Bahkan salah satu anggota Knesset, sebutan untuk parlemen Israel, Mohammed Barakeh menyindir dengan mengucapkan selamat kepada Menteri Pertahanan Ehud Barak atas "kemenangan yang menentukan bagi tentara bajak laut di armada itu dan merampas kebebasan sipil". "Setiap pemerintah yang menempatkan dirinya di luar hukum internasional dan kemanusiaan akan menyerahkan diri untuk tong sampah sejarah," ujarnya, kepada media terkemuka Israel, Haaretz.

Anggota lain, Taleb al-Sana mengatakan operasi itu "menunjukkan wajah buruk dari Zionisme, kekerasan dan agresi pemerintah Israel". Sana menyebut penangkapan sebagai tindakan teror negara terhadap misi kemanusiaan dan menyerukan para pemimpin Israel untuk diadili atas kejahatan perang. "Kejadian ini membuktikan Anda tidak perlu menjadi seorang Jerman untuk bertindak melebihi apa yang dilakukan Nazi," katanya.

Para relawan yang diserbu pasukan komando Israel di kapal Mavi Marmara di perairan Gaza dan telah dibebaskan kemarin mengungkap kekejaman tentara Israel di atas kapal. Talat Hussain, jurnalis Pakistan, misalnya, mengatakan mendengar perintah agar menembak para aktivis tepat di keningnya. ”Saya melihat dengan mata saya, empat orang ditembak tepat di kening mereka. Empat yang lain sekarat,” kata Talat, yang menyimpan video penembakan itu.

Aktivis lainnya bercerita, Israel menyerang tanpa memberi peringatan terlebih dulu. ”Mereka menembakkan beberapa peluru karet, namun setelah itu menggunakan peluru tajam,” kata Norazma Abdullah asal Malaysia.

“Kekerasan itu benar-benar brutal. Kapal itu berubah menjadi kolam darah,” kata Nilufer Cetin asal Turki, yang membawa serta anaknya yang berusia setahun. Cetin menyebutkan, selain senjata tajam, tentara Israel menggunakan bom asap dan gas kanister saat menyerbu.

Dimitris Gielalis asal Yunani mengungkapkan, Israel juga memukuli dan menyetrum beberapa penumpang. Kapten Mavi Marmara dipukuli lantaran menolak meninggalkan kemudi kapal.

Ferry Nur, relawan dari Indonesia, mengatakan sedikitnya 20 tentara diturunkan dari helikopter di ruang nakhoda di lantai 4. Saat itu kapal dalam keadaan gelap. ”Di sinilah paling banyak korban tewas,” katanya kepada Tempo.

Israel berdalih serangan tersebut dilakukan karena para aktivis di kapal menyerang terlebih dulu. Seorang komandan Angkatan Laut Israel mengatakan, pihaknya akan melakukan hal yang sama terhadap kapal berikutnya yang saat ini tengah menuju Gaza. ”Kami telah siap seperti menghadapi perang,” katanya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan sikap pemerintah Indonesia berkaitan penyerangan Israel terhadap konvoi kapal pengangkut bantuan dan relawan kemanusiaan yang hendak menuju Gaza.

Mengawali pernyataannya, Presiden SBY mengatakan, dalam menyikapi kasus kemanusiaan itu, Indonesia memetik pelajaran dari serangan Israel ke Libanon beberapa tahun lalu. Saat itu apa saja yang dilakukan pemerintah dalam mengantisipasi krisis di Libanon bukan hanya berupa pernyataan politik tapi diplomasi nyata dan aksi-aksi yang menjadi bagian penting penyelesaian krisis di Libanon.

"Pertama pernyataan keras, kedua layangkan surat ke PBB untuk ambil tindakan tegas, mendorong Malaysia sebagai chairman OKI untuk mengadakan pertemuan darurat, dan terakhir mengirimkan pasukan ke Libanon yang hingga kini masih bertahan," jelas SBY di halaman Istana Negara, Jakarta, rabu (2/6).

Maka itu ketika terjadi insiden di lepas pantai Gaza, Indonesia bersama negara lain memberikan pernyataan politik yang keras. SBY mengakui, sudah melayangkan permintaan agar PBB melakukan investigasi penuh atas insiden itu.

"Diplomasi kita mainkan pada tingkat kawasan. Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar di Amman, Yordan aktif mencari akses untuk komunikasi dengan pihak Palestina dan Yordania sebagai langkah untuk menyelamatkan 12 warga kita yang ada di kapal," jelas SBY.

Tidak ada komentar: