Jumat, 24 Oktober 2008
Dunia itu hanya sebatas keperluan
Dunia ini adalah tempat kita mempersiapkan diri untuk akhirat. Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita tinggalkan. Ibarat terminal, kita transit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan, setelah itu kita tinggalkan dan melanjutkan perjalanan lagi. Bila demikian mengapa kita terlalui banyak menyita hidup kita untuk keperluan dunia? Di akui atau tidak, dari 24 jam jatah usia kita dalam sehari, bisa dikatakan hanya beberapa persen saja yang kita gunakan untuk persiapan akhirat. Selebihnya bisa dipastikan terkuras habis oleh kegiatan yang berputar-putar di sekitar dunia. Coba kita ingat nikmat Allah yang tak terhingga, setiap saat mengalir dalam tubuh kita. Detakan jantung tidak pernah berhenti, kedipan mata yang tak terhitung berapa kali dalam sehari, selalu kita nikmati. Tapi kita sengaja atau tidak selalu melupakan hal itu. Kita sering mudah berterima kasih kepada seorang yang berjasa kepada kita, sementara kepada Allah yang senantiasa memanja kita dengan nikmat-nikmaNya, kita sering kali memalingkan ingatan. Akibatnya kita pasti akan lupa akhirat. Dari sini dunia akan selalu menghabiskan waktu kita. Orang-orang bijak mengatakan, ibarat sebuah rumah dunia adalah kamar mandinya, ia dibangun semata sebagai keperluan. Karenanya siapapun dari penghuni rumah itu akan mendatangi kamar mandi jika perlu, setelah itu ditinggalkan. Maka sungguh sangat aneh bila ada seorang yang diam di kamar mandi sepanjang hari, dan menjadikannya sebagai tujuan utama dari dibangunnya rumah itu. Begitu juga sungguh sebenarnya sangat tidak wajar bila manusia sibuk ngurus dunia sepanjang hari dan menjadikannya sebagai tujuan hidup. Sementara akhirat dikesampingkan. Namun kini kita memang sedang berada di sebuh zaman yang terbalik, orang-orang yang sibuk mengurus dunia dibanggakan, Orang-orang yang sibuk mengurus akhirat menjadi aneh.
Kini orang-orang banyak yang tidak bangga jika anaknya rajin ke masjid, pandai mengaji, dan aktif di majlis taklim. Mereka bangga bila anaknya sekolah di Amerika, menjadi bankir atau menjadi artis terkenal dan lain sebagainya. Bahkan mereka merasa pesimis terhadap masa depan anaknya jika mereka mondok di sebuah pesantren atau masuk jurusan agama di universitas tertentu.
Akibatnya berduyun-duyunlah mereka menuju universitas umum, dengan harapan nanti mereka akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal semuanya itu kalau mau disadari secara mendalam, sungguh sangat tergantung kepada takdir.
Di sana-sini ribuan orang ngantri melamar kerja. Begitu panjangnya antrian itu, sampai berdesak-desakan, sikut-menyikut, sogok-menyogok, jilat-menjilat dan seterusnya. Ingatlah bahwa akhirat adalah tujuan kita yang hakiki. Jalan kita di dunia akan terbuka lebar bila kita selalu ingat tujuan hakiki kita.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
dunia jg adalah cermin untuk hidup setelah mati
http://www.asephd.co.cc
Dunia ini memang mempesona, dunia ini hanya fatamorgana
Posting Komentar