KH.LUKMAN HAKIM
SESUNGGUHNYA kesedihanku —tatkala aku renungkan— sangatlah besar, selubungku amatlah tebal, dan kemurungan menguasaiku. Selama ini aku menjalani kehidupan dengan permohonan, sedangkan kelapangan bagiku jauh untuk disegerakan.
Jika saja kalbuku menunjukkan kesedihan yang begitu mendalam sesungguhnya aku menjadi seperti itu, karena aku memang begitu terjepit dan keletihan. Aku meminta sesuatu tetapi tidak diberi, sedang aku melihat berbagai macam dan Karya-karya-Mu yang menunjukkan melimpahnya tangan-tangan rahmat-Mu, dan langgengnya kebaikan-Mu yang tak pernah lekang, dan Engkau tidak membuat jiwaku patuh dengan suka rela begabung bersama maqam-maqam yang telah mereka capai.
Aku hanya meminta-Mu —dengan apa yang telah Engkau karuniakan kepada mereka— agar Engkau memasukkan aku bersama-sama mereka dalam petunjuk yang lurus (taufiq) yang sama. Betapa beruntungnya hamba yang Engkau beri pertolongan, segera Engkau sucikan dia dari semua kekotoran dosa di dalam kalbunya. Engkau memastikan bagi hamba itu untuk memiliki penghargaan yang agung dan pemihakan yang tulus (husnaddi’ayah) terhadap-Mu. Juga Engkau karuniai di dalam kalbunya kecintaannya yang murni (shidq al-mahabbah); kerinduan mendalam kepada-Mu dan pertemuan (liqa’) dengan-Mu; berikut rasa takut (khauf) dan kegelisahan yang panjang, penyesalan dan kepekaan kalbunya atas pengabaian dan dosa-dosa yang dia lakukan di masa lalu. Kalbunya begitu tersentuh dan merasakan keintiman berada di dekat-Mu, sehingga memperoleh ektase mitis dengan bermunajat kepada-Mu, dia merasa khawatir jika ada penghalang antara dia dan Engkau.
Maka, sungguh indah kehidupan yang dia jalani pada sisa hidupnya, kecemasan dan perasaannya yang meluap-luap (rughbah) menguasainya, kecintaan dan kerinduannya, — kedua-duanya semakin meningkat, meninggi bersama-sama dengan persepsinya dan terlihat pada dirinya.
Aku telah mencurahkan segala upaya untuk taqarrub kepada-Mu. Di sisi lain seorang hamba telah Engkau beri pertolongan tanpa kekurangan memasuki Kerajaan-Mu atas izinMu. Sementara Engkau tinggalkan aku dalam keadaan fakir yang mengiba, namun pertolongan-Mu kepadaku tidak mengurangi kesempurnaan-Mu. Maka, segerakanlah kebahagiaan bagiku karena penangguhan terkabulnya perminraanku (ijabati) membuatku merasa sedih, dan aku tidak tahu kapan kelapangan bagiku akan tiba?!
Aku merasa gelisah atas pembangkangan yang telah aku lakukan (i’radhi) di masa yang lalu; dan yang menyentuh nuraniku serta mendorong kalbuku luluh adalah pengamatanku (nazhri) akan “Para Pekerja-Mu” yang silih berganti dengan sungguh- sungguh mencari karamah-Mu, mengusung harapan yang tinggi dalam pencapaian Mawahib [karunia yang didapatkan langsung dan-Mu, pent.], dan merasakan nikmat kerinduan yang besar terhadap Diri-Mu. Mereka berpaling dan kehidupan dunia, lebih memilih mencari kedudukan yang tinggi (ma’ali) berada dekat dengan-Mu dengan penuh kesungguhan, tidak ada lagi ketergantungan dalam jiwa-jiwa mereka kepada yang selain dari-Mu. Mereka menjadi mulia bersama-Mu di antara hamba-hamba (‘abid) yang taat.
Maka, aku ini hamba-Mu juga, sebagaimana mereka juga adalah hamba-hamba-Mu yang lebih berbakti. Aku adalah seorang yang fakir dalam kesempitan, sebagaimana mereka yang pernah mengalami saat-saat keterpurukan (su’ul hat). Lalu Engkau menyambut doa mereka dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka, kemudian Engkau menyelamatkan mereka dari moral-moral yang rendah dan amal-amal yang buruk.
Maka, sertakanlah hamba-Mu yang fakir yang penuh harap ini bersama-sama “Para Pekerja-Mu” yang kuat-kuat itu dan orang-orang yang bertobat (al-munibin) yang kembali kepada-Mu, semoga Engkau tidak menunda pemberian nikmat itu walau sekejap mata. Karena, perintah-Mu jika menghendaki sesuatu hanya dengan berfirman: “Kun,” (Jadilah!). Maka, terjadilah ia.
Maka perintahkanlah kepada rasa takut, getir, gentar dan gusar agar selalu berada dalam kalbuku. Perintahkan kepada cinta (hubb) agar mengalahkan semua kegundahan-kegundahanku, dan kepada anggota jasmaniku, agar terbiasa bergerak dengan cepat, kepada hawa nafsuku agar padam dan tertunduk, sampai Engkau membuatku merasakan kebahagiaan dengan nikmatnya ketaatan, kembali ke fitri dengan nikmat abadi di sisi-Mu, dan penglihatan akan Keindahan-Mu.
Hampir saja keputusasaan menyumbat akalku, nyaris bumi yang luas ini menjadi sempit dan menjepitku, jika aku tidak bisa mengelakkan diri berbalik di Mata-Mu, dengan mendapatkan kebencian dan kemurkaan.
Inilah ketakutanku ... bersama-sama dengan kekasaran kalbuku hampir saja membuat akalku menjadi tak berfungsi. Maka bagaimana nanti Malakul maut (rusuluka) datang membawa “kabar gembira” dalam kondisiku seperti itu menjelang kematian? Apabila demikian, ketakutanku menjadi beralasan, dan putus sudah harapanku. Asaku menjadi sia-sia dan kalbuku merasakan kekecewaan. Penyesalan dan keputusasaanku semakin bertambah, dan tidak ada Penyelamat atau Pemberi syafa’at bagiku. Aku tidak bisa kembali lagi ke dunia di mana aku melawan perintah-Mu, sehingga aku dapat menaati-Mu lagi dan tetap berusaha mendapatkan nidha-Mu.
1tu sangat jauh untuk dapat tenjadi! Tidak ada lagi tempat kembali (marji’) dan tidak tempat tinggal di akhirat pasca-kematian (musta’tab). Maka, pandanglah aku dengan rahmat-Mu — yang sebenarnya aku tidak patut untuk itu. Atau segeralah menerima tobatku dan meridhainya, sebelum ajal menjemputku, karena sungguh aku begitu mengharapkannya. Aku tidak merasa tenang sampai Engkau mengaruniakan itu atas diriku. Namun, lebih-lebih lagi besar keinginanku jika Engkau mengaruniakan ma’rifat tentangMu, dan sanksi-Mu belum sampai pada taraf merampas iman kepada-Mu, serta Engkau terus melanggengkan hasratku yang tinggi kepada-Mu.
Maka, semoga dengan kemurahan Engkau tetapkan untuk menangguhkan —sebagai bentuk sanksi-Mu kepadaku— memutus harapanku dari-Mu. Tidakkah Engkau akan mewujudkan asaku, dan menyegerakan kelapangan bagiku?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar